Kamis, 20 Maret 2014

(Maaf) Babu Saja Menulis



Judul tulisan ini mungkin terdengar 'saru' atau kasar. Kenapa harus menggunakan kata babu? Bukankah ada kata lain yang lebih sopan, misalnya Tenaga Kerja Wanita atau TKW?

Saya tidak ingin berdebat tentang penggunaan kata babu di judul tulisan ini. Judul ini saya kembangkan dari tulisan bergaya feature di halaman pertama koran Jawa Pos edisi Senin, 17 Maret 2014. Inti tulisan tersebut adalah tentang seorang buruh migran di Hongkong bernama Sri Lestari yang terkenal mendunia lewat Babu Ngeblog.

Tadi siang saya membaca koran JP yang sebenarnya sudah telat tersebut. Saya terkejut karena menemukan informasi yang sedemikian berharga. Informasi tentang seorang Sri Lestari yang getol menulis di dunia maya.

Kata pembuka di berita tersebut cukup menghentak. Coba Anda simak:

'Siapa pun bisa menjadi penulis. Tak terkecuali Sri Lestari. Melalui tulisan di blog, perempuan yang dengan bangga mengaku (maaf) babu itu berbagi kabar ke dunia. Dari sebuah loteng di dapur juragan, tulisannya selalu ditunggu ribuan follower dan fans blognya'.

Bagaimana Sri Lestari bisa menjadi blogger yang begitu mendunia? Otodidak alias belajar sendiri. Semuanya berawal saat juragan Sri Lestari yang bekerja di bisnis IT memberinya sebuah laptop bekas. Ia tidak diajari bagaimana mengoperasikannya. Hanya dua hal yang diberitahukan bosnya: power dan enter.

Dua kata kunci ini menjadi pembuka bagi Sri Lestari untuk belajar komputer, 
kemudian mengenal mesin pencari Google, dan bertanya hal-ihwal blog melalui mesin pencari super canggih tersebut. Begitulah, seiring perjalanan waktu, ia terus belajar, mencoba, dan akhirnya ketagihan menulis di blog. Ia beruntung karena rumah jurangannya free wifi.

Kini, kalau Anda mengetik kata kunci Babu Ngeblog di Google, maka Anda akan menemukan blog Sri Lestari di sana. Sri Lestari telah melompati batas profesi dan status sosialnya dengan menulis. Melalui menulis, ia telah memberi ruang eksistensi diri secara sangat luas.

Saya tercenung membaca cerita Sri Lestari tentang kegigihannya menulis. Rasanya cerita tentang Sri dan semangatnya menulis harus disebarkan secara luas. Virus menulis harus terus digelorakan. Melalui menulis, akan ada banyak keajaiban dalam hidup yang dapat diperoleh.

Sebagai orang yang merasakan manfaat menulis, saya ingin 'mempermalukan' teman-teman yang punya banyak potensi dan peluang menulis melebihi Sri Lestari tetapi belum menulis. Sri Lestari yang (maaf sekali lagi) babu saja bisa, mau, dan mampu menulis, masak kaum yang lebih terpelajar tidak bisa?
Ah, maafkan saya jika sok provokatif. Salam.

Trenggalek, 20-3-2014
Ngainun Naim

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima kasih sudah berkenan membaca tulisan ini. Komentar anda sangat saya hargai.